Sabtu, 05 Januari 2013

Dari segala kejadian dalam hidup ini, jatuh cinta mungkin merupakan hal yang paling indah dan menyenangkan. Bila seseorang sedang jatuh cinta, ia akan merasa seperti sedang berjalan diatas awan, semua terlihat menjadi lebih indah, lebih menyenangkan, lebih mudah, dan seakan-akan segala hal dapat ditanggungnya.

Lain halnya dengan pacaran. Pacaran merupakan tahap selanjutnya atau mungkin salah satu tindak lanjut dan wujud nyata dari sebuah perasaan yang dinamakan jatuh cinta tersebut. Banyak cerita indah yang bisa kita dengar, kita baca atau bahkan kiat tonton di film-film tentang pacaran. Tapi pada kenyataan pacaran tidak selalu indah dan manis. Dalam film-film sering diperlihatkan bahwa cinta mampu mengalahkan segalanya dan cinta akan selalu menang. Tapi apakah benar demikian dalam kehidupan nyata?

Tulisan berikut ini akan membawa kita lebih dalam dan lebih serius berpikir tentang pacaran, khususnya bila kita hubungkan dengan iman Kristiani. Karena kita tahu bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dengan tujuan yang mulia dan sempurna. Namun pada kenyataannya banyak anak-anak Tuhan yang sering jatuh imannya karena masalah pacaran ini dan yang lebih menyedihkan, mereka menjadi batu sandungan bagi orang-orang disekitarnya.

Ada banyak anak remaja menganggap pacaran hanya sekedar untuk mengisi waktu luang, tanpa alasan dan pengertian yang benar tentang pacaran itu sendiri. Menurut Pdt. Gilbert Lumoindong dalam khotbahnya mengatakan bahwa, sesungguhnya berpacaran adalah satu persiapan menuju pernikahan. Jadi orang yang berpacaran artinya orang tersebut sedang mempersiapkan rumah tangganya dan masa pacaran itu menjadi masa yang paling penting untuk kelangsungan rumah tangga di masa datang.

Lalu apa yang Tuhan harapkan dari anak-anakNya? Pacaran yang seperti apa yang indah dimata Tuhan? Apa inti dan maksud dari pacaran yang sesungguhnya? Dan apa yang Alkitab ajarkan tentang hal ini? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya. Yang pasti jatuh cinta adalah normal dan pacaran tidaklah dosa.

1. Mengapa Berpacaran?

Seringkali bila seseorang sedang jatuh cinta maka orang itu akan berkata, “Oh dia begitu menarik, dia begitu cantik, saya sungguh jatuh cinta kepadanya. Saya ingin cepat-cepat lulus kuliah dan menikah dengannya.” Tetapi Alkitab mengatakan nantikanlah Tuhan dan segala sesuatu terjadi indah pada waktunya. Karena terlalu terburu-buru seringkali orang gagal dalam berpacaran dan lebih parahnya lagi gagal dalam rumah tangga.

Bila kita baca dalam Alkitab dari kitab Kejadian hingga Wahyu, kita tidak bisa menemukan kata pacaran. Pacaran tidak pernah tercantum dalam Alkitab. Lalu apakah pacaran Alkitabiah?

Persiapan berumah tangga

Dalam Matius pasalnya yang pertama kita bisa baca kisah antara Maria dan Yusuf yang telah bertunangan. Kenapa Alkitab menuliskan bertunangan? Dalam hal ini Alkitab ingin menekankan satu hal bahwa hubungan tersebut sangatlah serius. Mereka sedang mempersiapkan diri menuju pernikahan. Jadi sesungguhnya bisa saja kita berkata, pacaran itu tidak perlu.

Kita tidak bisa berkata kalau tunangan lebih serius sedangkan berpacaran tidak serius. Bila begitu perbedaannya maka anak-anak Tuhan bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain, karena mereka pacaran-putus-ganti, pacaran-putus-ganti, sehingga tidak bisa menjadi kesaksian dalam hidupnya. Kita juga tidak bisa mengatakan bahwa kalau seseorang sudah bertunangan maka ia tidak bisa putus, ini pun tidak benar. Orang yang telah bertunangan masih tetap bisa putus. Jadi bisa kita liat batas yang sangat-sangat tipis antara pacaran dan tunangan. Tapi yang terpenting adalah bahwa pacaran tidak lebih sedikit kadar keseriusannya dari tunangan. Sehingga kita bisa katakan bahwa pacaran pun merupakan persiapan menuju rumah tangga. Pertanyaannya apa yang perlu dipersiapkan dalam masa pacaran?
 
  1. Pengertian yang jelas dan benar tentang pernikahan. Ini bukan sekedar kesenangan tubuh, kepuasan seksual, tapi ini merupakan rencana Tuhan. Kejadian 2:18 mengatakan bahwa manusia tidak bisa hidup seorang diri.
  2.  Mengenal pasangan kita. Kitalah yang akan hidup seumur hidup dengan pasangan kita. Matius 19:6 mengatakan apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Jangan sampai setelah kita menikah, kita baru menyesal, “Akh kenapa saya mau sama dia?” atau yang lebih aneh lagi bila kita sampai berkata, “Kalau saya tau dia seperti itu, maka saya tidak mau menikah dengannya.” Kalau kita tidak mau hal tersebut terjadi, maka selama pacaran inilah kita harus mengenal baik-baik seperti apa pasangan kita. Bukan mengenal bentuk tubuhnya, tetapi mengenal sifat dan pribadinya baik yang positif maupun yang negatif.


2. Tanggung Jawab dan Kedewasaan

Kejadian 24:1 dan 4 menuliskan: Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya….Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan mengambil seorang isteri untuk anakku Ishak. Dikatakan disini bahwa Abraham telah tua, bisa kita bayangkan bahwa Ishak telah dewasa.

Apa itu dewasa? Banyak anak remaja mengatakan, “Saya kan sudah 17 tahun, maka saya sudah dewasa, saya boleh berpacaran.” Pdt. Gilbert Lumoindong mengatakan bahwa dewasa tidak ditentukan oleh umur. Jadi apa sebenarnya yang disebut dewasa?

2.1. Bisa Membedakan Benar dan Salah

Dewasa itu artinya bila seseorang sudah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga ia tidak mudah goyah dalam menghadapi masalah dan cobaan. Ia pun tidak bisa tertipu dengan kata-kata manis, “Ayolah toh tidak masalah kita berhubungan seks dalam masa pacaran, kan saya yang akan menikah dengan kamu nantinya.”

Karena belum dewasa dan tidak ada tanggung jawab maka seringkali kita temukan banyak anak-anak muda yang harus menikah karena ‘kecelakaan’. Dan banyak pula pasangan-pasangan muda yang menikah sudah tidak lagi dalam keadaan yang kudus. Ini semua karena ia tidak tahu mana yang baik dan mana yang salah, yang ada dipikirannya hanya apakah itu menyenangkan atau tidak. Seorang yang dewasa tidak akan bisa tertipu, walaupun itu menyenangkan tapi bila itu tidak benar, maka ia berani berkata TIDAK.

2.2. Bukan Hanya Diperhatikan tetapi Memperhatikan

Bila hidup kita hanya ingin mengharapkan perhatian dan perhatian, maka apa yang terjadi? Disini penyebabnya kenapa orang pacaran-putus-ganti, pacaran-putus-ganti, karena bila disini ia diperhatikan maka kasihnya akan beralih kepada orang yang memberi perhatian.

Ada kalanya pasangan kita sibuk dengan urusan tertentu, lalu kita merasa kurang diperhatikan lagi. Tiba-tiba muncul orang lain yang bisa memberi perhatian lebih dari pasangan kita. Maka kita akan kembali jatuh cinta pada orang yang memberi perhatian itu. Ini bukti dari ketidakdewasaan, bukti kekanak-kanakan. Dia hanya mengikuti kesenangan hatinya saja. Orang yang dewasa tidak hanya ingin diperhatikan tetapi juga harus memperhatikan.

2.3. Bertanggung Jawab

Orang yang dewasa adalah seorang yang memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab dalam arti bahwa dia sadar bahwa ia punya tugas. Bila ia seorang pelajar, maka ia tau tugasnya yang utama adalah belajar. Sehingga pacaran tidak akan mengganggu aktivitasnya sebagai pelajar. Ada orang yang masuk dalam masa pacaran maka pelajaran menjadi berantakan, hidupnya jadi tidak teratur lagi dan tidak ingat tugasnya. Ini juga ciri dari orang yang belum dewasa.

Jadi sungguh jelas bahwa orang yang berpacaran harus memiliki sifat kedewasaan dan tanggung jawab.

3. Prinsip-prinsip Berpacaran

Dalam menentukan teman hidup kita bekerjasama dengan Allah. Allah telah menyediakan bagi kita seorang teman hidup yang sesuai dengan rencanaNya. Tetapi untuk mengetahui orang seperti apa yang Tuhan akan berikan kepada kita, maka kita harus tahu prinsip-prinsip dasar dalam memilih pacar yang berkenan di hadapan Tuhan. Prinsip ini harus kita pegang teguh, jangan sampai kita menjadi ragu-ragu dan mulai bingung apakah kita mau berpacaran dengan si A atau dengan si B. Banyak hal yang harus kita perhatikan dalam memilih pacar.

3.1. Seiman dan Seimbang

2 Korintus 6:14 menuliskan: Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang yang tidak percaya. Hal ini sangat penting sekali untuk diingat oleh setiap anak Tuhan. Kita harus berani berkata tidak dengan orang yang tidak seiman. Mengapa harus seiman? Karena dalam keluarga Kristiani, Kristuslah yang menjadi kepala dalam keluarga. Dengan dasar iman kita banyak membuat keputusan. Contoh yang sangat mudah, bila suatu saat kita dipecat dari pekerjaan. Orang beriman akan datang kepada Tuhan dan berdoa, tetapi orang tidak beriman bisa sampai bunuh diri karena putus asa. Kita sebagai anak Tuhan tidak bisa selalu sejalan dengan yang bukan anak Tuhan, maka akan terjadi banyak masalah di kemudian hari.

Seringkali orang berkata, “Ya nanti saya injili dia.” Hati-hati dengan hal ini, bila kita tidak kuat bisa-bisa kita yang mundur dari Tuhan. Jangan pakai pacaran sebagai media untuk penginjilan. Hal itu sangat beresiko tinggi.

Lalu apa yang dimaksud dengan seimbang? Seimbang disini berarti pasangan kita sama-sama punya kerinduan untuk bertumbuh di dalam Tuhan. Karena sekarang ini banyak sekali orang Kristen KTP. Orang Kristen KTP bukanlah orang Kristen yang sungguh-sungguh, jadi hampir sama saja dengan orang yang bukan Kristen dan akhirnya kita akan menemukan masalah-masalah yang sama seperti bila kita berpacaran dengan orang yang tidak seiman.

3.2. Pakailah Akal Sehat

Kejadian 24:14 menulis demikian: Kiranya terjadilah begini: anak gadis, kepada siapa aku berkata: Tolong miringkan buyungmu itu, supaya aku minum, dan yang menjawab: Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi minum; dialah kiranya yang Kautentukan bagi hamba-Mu, Ishak; maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu.

Ayat ini memperlihatkan bahwa Eliazar, hamba Abraham yang mendapat tugas mencarikan isteri untuk Ishak memakan akal sehatnya. Ia mencari seorang wanita yang baik, yang rajin bekerja, yang mau menolong dan murah hati.

Orang bilang “Love is blind”. Hal ini tidak berlaku buat anak-anak Tuhan. Justru dalam masa pacaran kita harus mengenali pasangan kita dengan sungguh-sungguh. Kita buka mata kita terhadap semua sifat-sifat pasangan kita baik itu yang positif maupun yang negatif. Bila kita pakai prinsip “Love is blind” maka kita tidak boleh bersedih bila nanti kita baru tau bahwa pasangan kita malas luar biasa. Jangan sampai kita harus mencucurkan banyak airmata hanya karena kalimat “Love is blind” ini.

3.3. Membangun Kerohanian Kita

Hal yang satu ini seringkali terlupakan oleh kita. Padahal banyak sekali orang yang setelah berpacaran malah lupa sama Tuhan. Malam minggu yang biasanya datang ke persekutuan pemuda remaja, maka setelah punya pacar selalu bisa ditemui di bioskop atau di mall bersama pacarnya.

Allah menciptakan Hawa untuk melengkapi Adam, sehingga mereka berdua bisa saling memebantu dan menopang hingga menjadi pribadi yang serupa dan segambar dengan Allah. Jadi perlu kita teliti, apakah pacar kita bisa membawa kita semakin dekat kepada Allah atau justru malah menjauh dari Allah?

3.4. Hidup Kudus

1 Tesalonika 4:3 mengatakan: Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan. Percabulan bukan dosa terhadap orang lain tetapi terhadap diri sendiri (1 Korintus 6:18). Masalah ini sudah sempat dibahas sedikit di bagian sebelumnya. Bahwa hubungan seks hanyalah untuk pasangan suami isteri yang telah diberkati Tuhan dalam pernikahan kudus.


Lalu mulai muncul pertanyaan-pertanyaan, “Kalau begitu sampai dimana kami boleh berpacaran? Pegangan tangan boleh tidak? Pelukan boleh tidak? Ciuman bagaimana?”

Alkitab tidak menuliskan secara hurufiah apakah pegangan tangan, pelukan atau ciuman itu berdosa atau tidak. Tetapi kita berpegangan tangan itu atas dasar dorongan seksual. Ada keinginan untuk menyentuh pasangan kita. Dan suatu saat pegangan tangan tidak cukup, maka mulai berpelukan. Hingga satu saat berpelukan pun tidak cukup, mulailah ciuman. Dan si Iblis sudah menunggu di dekat kita, siap menangkap kita dalam dosa hubungan seks diluar nikah.

Gambar dibawah ini memperlihatkan proses tindakan seksual dalam berpacaran. Bagi anak-anak wanita Kristen hal ini sangat penting sekali, bahwa seorang wanita harus bisa menghargai dirinya terlebih dahulu, maka pria akan menghargainya.

Berhubungan dengan hal ini ada baiknya bila pacaran dibangun atas dasar persahabatan yang murni. Karena seorang sahabat mengasihi tidak dengan nafsu dan kasih eros. Sehingga ia tidak akan berniat untuk merugikan atau menyakiti pasangannya apalagi melakukan pelecehan seksual.

3.5. Atas Seijin Orang Tua

Efesus 6:1 menuliskan: Hai anak-anak taatilah orangtuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Atas dasar takut akan Tuhan, kita harus mentaati orang tua kita. Bila orang tua kita saja tidak memberkati hubungan kita apalagi Tuhan yang Maha Kudus?

Banyak sekali anak-anak Tuhan yang berpacaran tanpa seijin orang tua. Hal ini akan sangat menyakitkan di kemudian hari. Bila seandainya toh ternyata benar bahwa pilihan kita tidak benar, maka kita akan merasa bersalah, menyesal dan malu. Kita sudah menentang orang tua dan ternyata hidup kita pun tidak bahagia. Bagi pasangan yang mempunyai masalah dengan orang tua, hendaklah mereka berdoa bersama kepada Tuhan. Tuhan akan bekerja melembutkan hati orang tua kita, bila memang Tuhan berkenan atas hubungan kita tersebut.

3.6 Jangan Manipulasi Rohani

Hal ini banyak terjadi pada waktu belakangan ini. Tiba-tiba seseorang menghampiri diri kita dan berkata, “Kata Tuhan, kamulah pasangan hidup saya.” Jangan sampai kita menggunakan cara ini untuk menarik perhatian seseorang. Dan kita pun jangan mudah percaya dengan kalimat yang menyejukkan ini. Karena hal ini sangat jarang terjadi. Pada umumnya pacaran adalah proses, bukan dalam sekejap “Kata Tuhan…”

Dengan bijaksana kita harus datang kembali kepada Tuhan untuk menanyakan hal tersebut dan kembali mengecek ulang prinsip-prinsip lainnya yang sudah dituliskan diatas. Dan yang terpenting pula adalah bahwa kita pun harus bisa mengasihi pasangan kita. Jangan kita berpacaran karena kasihan, karena simpati atau karena manipulasi rohani diatas.

Diatas segala prinsip-prinsip ini, kita harus sabar menantikan waktu Tuhan. Jangan tergesa-gesa dalam berpacaran dan awali segala sesuatu dengan doa, termasuk dalam memilih teman hidup. Karena rumah tangga bisa menjadi sorga buat kita namun ia pun bisa menjadi neraka buat kita.